Thursday, 17 April 2014

Posted by Unknown On 18:05
Fotografi aristektur klasik atau kontemporer bisa jadi merupakan fotografi yang sobat sukai, sebelum mulai mari kita lihat 9 tips fotografi arsitektur di bawah ini :
1. Peka terhadap arah cahaya karena hal ini dapat meningkatkan kontras, bayangan, tekstur dan refleksi. Tingginya kadar kontras dapat menipu kamera untuk mengekspos adegan dengan tidak benar, tapi Sobat dapat dengan mudah mengatasi hal ini dengan menerapkan kompensasi eksposur. Trik lainnya adalah dengan shoot braket dengan nilai eksposur yang berbeda (mengekspos satu untuk highlight, satu untuk midtones dan satu untuk shadow) dan kemudian menggabungkan mereka dalam program HDR khusus(seperti Photomatix atau Photoshop).
2.  Lensa fish eye atau wide-angle (dan focal length) sangat ideal untuk genre ini karena memungkinkan fotografer untuk membingkai seluruh bangunan dalam lingkungannya. Namun kadang-kadang lensa Sobat mungkin tidak dapat mencakup seluruh adegan, untuk itu format panorama mungkin dapat dimanfaatkan. Kamera kompak sekarang banyak menawarkan mode Jenis khusus untuk menggabungkan bersama beberapa tembakan di kamera (Panorama), tapi efek yang sama dapat dicapai pasca-pemotretan dengan software panorama khusus seperti; Hugin atau PTgui jika Sobat memotret dengan DSLR.
3. Dalam  fotografi arsitektur bagian dalam dari bangunan tidak kalah penting dengan bagian luar. Ini bisa sulit untuk pengaturan white balance pada interior, terutama yang bergantung pada pencahayaan buatan, jadi ingatlah untuk kompensasi sesuai dalam menu White Balance atau gunakan grey card. Gambar interior dalam bangunan tua cenderung lebih menjengkelkan karena secara tradisional menampilkan jendela dan pintu kecil – sehingga dapat kekurangan cahaya alami. Cobalah gunakan tripod dan pergunakan long-exposure dan Sobat bisa memanfaatkan filter ND untuk menghentikan highlight masuk saat pengambilan gambar di siang hari. Atau Sobat bisa menggunakan pencahayaan tambahan, seperti flash tapi hati-hati karena hal ini dapat merusak scene dari atmosfer dan detail.
4. Ketika matahari terbenam bentuk baru dari fotografer arsitektur dapat muncul. Untuk memotret struktur sebagai siluet saat matahari terbenam, posisikan arsitektur/bangunan antara Sobat dan matahari. Pastikan lampu flash dinonaktifkan dan mengekspose langit. Jika latar depan terlalu terang atur kompensasi eksposur pada nilai negatif untuk menggelapkannya. Efek ini dapat menghasilkan hasil yang sangat misterius. Gambar malam bisa sangat dramatis dengan atmosfirnya, tapi ingat untuk memotretnya ketika masih ada cahaya dan warna yang tersisa di langit untuk menambahkan tone pada latar belakang dan membantu untuk menerangi rincian. Stur posisi yang baik, atur kamera pada tripod dan tunggu tampilan lampu kota dari jendela, lampu jalan, lampu sinyal – semua ini dalam pelangi warna neon akan menambah suasana lebih dramatis dan misterius. Gunakan wide aperture dan long exposure, jika kamera Sobat didukung menggunakan ISO rendah untuk memastikan detail tidak hilang oleh noise.
5. Tidak seperti bentuk lain dari fotografi, gambar arsitektur yang menarik dan dapat diproduksi dalam segala cuaca. Dengan memotret gedung yang sama dalam berbagai kondisi cuaca, fotografer dapat menghasilkan portofolio yang hebat – mungkin Sobat dapat memilih tiga foto terbaik untuk dijadikan fortofolio.
6. Refleksi menambahkan dimensi ekstra pada gambar arsitektur dan memungkinkan fotografer untuk menciptakan sebuah kanvas di mana bangunan tersebut terlihat terdistorsi. Lingkungan perkotaan yang penuh dengan banyak permukaan reflektif, sehingga Sobat tidak harus melihat terlalu jauh untuk berlatih, misalnya: jendela, fitur air, genangan air dan jalan-jalan basah, kacamata hitam, sungai dan lain-lain.

Tervuren, Belgium – by fatboyke (Luc)

7. alasan mengapa arsitektur tetap eksis- Sobat akan terkejut betapa sedikit informasi bagaimana bakground dapat memicu banyak inspirasi. Bangunan yang memiliki arsitektur indah biasanya memuat focal point, jadi cobalah croping  sedekat mungkin untuk untuk mendapatkan gambar abstrak. Selanjutnya Sobat mungkin ingin memasukkan artefak berulang yang berserakan di seluruh bagian eksterior, misalnya; bata rumit atau checker papan jendela. Gunakan lensa tele untuk zoom in dan jangan lupa tripod untuk mendukung focal length yang panjang.
8. Bangunan rata-rata jauh lebih tinggi dari fotografer sehingga pasti akan ada beberapa unsur distorsi dalam sebuah foto arsitektur, tetapi ini dapat digunakan untuk menciptakan sumber ketegangan dalam frame. Cukup memposisikan diri Sobat sedekat mungkin pada dasar bangunan dan memotret dengan lurus ke atas, untuk mendapatkan perspektif yang indah. Atau cobalah untuk berdiri jauh dari gedung agar dapat memotret gedung dengan tambahan benda sehari-hari seperti orang, transportasi pohon, bangku-bangku, dll. Untuk mempertahankan rinci seluruh adegan dengan aperture kecil (f –stop besar) seperti F14, atau coba buang ketajaman (blur) foreground atau background dengan memilih aperture besar (f-stop kecil).

Finance Central – by HKmPUA
9. Gambar arsitektur seharusnya tidak hanya menjadi estetika dan grafis, gambar ini juga harus menyediakan dinamisme dan gerakan – jadi, bermain-mainlah dengan garis, cahaya dan bayangan untuk memberikan perhatian dan mempertimbangkan hirarki level dan area. Arsitektur dibangun pada prinsip simetri, sehingga memotret simetri ini pada akhirnya akan memperkuat subjek dan mudah-mudahan memperkuat komposisi. Temukan pusat simetri dengan menempatkan tangan Sobat di antara garis mata dan membuat frame Sobat di sekitar pusat itu. Atau membebaskan diri dari garis-garis lurus steril dan sudut bujursangkar dengan mengikuti prinsip-prinsip alam misalkan memasukan kurva dan lingkaran dalam bentuk bayangan atau refleksi, dapat membantu untuk melunakkan struktur.


Wednesday, 22 January 2014

Posted by Unknown On 19:43

Handphone adalah alat yang selalu kita bawa kemana – kemana, bukan hanya karena fungsinya sebagai alat komunikasi namun juga karena ia memiliki kemampuan ‘super’; pemutar mp3, GPS, perekam, organizer dan tentu saja kamera.
Dengan terus bertambahnya kemampuan kamera handphone (megapiksel, kualitas lensa dan adanya flash), frekuensi dan jumlah penggunanya juga semakin banyak. Sayangnya, hasil foto menggunakan kamera ini masih tetap terbatas. Bukan semata karena kualitas kamera namun juga mungkin cara kita menggunakannya.
Ini adalah 11 tips yang bisa anda pakai untuk memaksimalkan kualitas foto dari kamera handphone, apapun merk handphone anda, silahkan:
  • Jangan gunakan zoom, mendekatlah ke obyek foto
Kamera handphone cenderung memperkecil obyek foto, jadi selalu usahakan agar anda memotret dari jarak yang cukup sehingga keseluruhan obyek bisa memenuhi frame tanpa harus menggunakan zoom. Zoom akan menurunkan resolusi foto anda secara keseluruhan dan membuat foto tidak tajam.
  • Pastikan cahaya yang menerangi obyek mencukupi
Kamera hanphone tidaklah sesensitif mata kita yang bisa melihat di keremangan. Usahakan selalu agar cahaya yang menerangi obyek foto mencukupi, hasil foto outdoor cenderung lebih bagus dibanding indoor. Jika tersedia, gunakan flash saat memotret indoor. Namun harus diingat bahwa jarak efektif flash adalah sekitar 2-3 meter, jadi jangan berharap kita bisa menerangi seisi ruangan dengan flash.
  • Pegang handphone se-stabil mungkin
Semakin stabil kamera semakin bagus foto kita. Jadi usahakan selalu agar tangan kita tenang saat mengambil foto. Jika perlu, manfaatkan benda yang lebih stabil sebagai sandaran, misalnya pohon atau tembok sehingga membantu kestabilan tangan.
  • Baca tips tentang komposisi
Pengetahuan tentang komposisi yang bagus akan membantu kita memotret dengan lebih baik. Cobalah baca tips komposisi singkat ini. Namun jangan terpaku, seperti kata para fotografer tenar bahwa dalam aturan pertama dalam fotografi adalah tidak ada aturan,  yang ada adalah selera.
  • Cobalah memotret dari tempat yang tidak biasa
Foto yang dibuat dari sudut yang biasa-biasa saja maka hasilnya juga akan biasa-biasa saja. Untuk itu cobalah memotret dari sudut yang tidak biasa, misalnya dari bawah obyek seperti contoh di bawah.
  • Pilih resolusi tertinggi
Resolusi tertinggi berarti foto yang dihasilkan memiliki detail lebih banyak dan bisa dicetak lebih besar. Jika kamera memberi pilihan resolusi, pilihlah resolusi tertinggi. Juga resolusi tinggi juga berarti ukuran file yang lebih besar, ini menjadi pertimbangan bagi pemilik handphone dengan kapasitas memory terbatas atau misalnya foto akan dikirim maka akan membutuhkan waktu transfer lebih lama.
  • Pastikan lensa selalu bersih
Sebaik apapun kita memotret dan sebagus apapun obyek foto tapi jika lensa kita kotor maka hasilnya pastilah jelek. Mengingat handphone kita lama berada di kantong maka kotoran kelamaan akan menempel di lensa kamera, oleh karena itu secara berkala bersihkan lensa dari kotoran. Gunakan kain lembut untuk membersihkan, tak perlu cairan apapun. Jika terkena minyak, gunakan cairan pembersih LCD atau kacamata.
  • Kenali waktu jeda shutter
Kamera handphone memiliki apa yang disebut shutter lag, yakni waktu jeda antara saat kita memencet dan saat kamera mulai mengambil foto. Kenali waktu jeda ini dengan baik supaya tangan kita tetap tenang sesaat setelah kita menekan shutter.
  • Hindari mengedit foto dari handphone
Handphone memiliki beberapa fitur pengolahan foto bawaan yang cukup menarik (dan lucu-lucu), namun jika anda cukup tahan godaan dan rela kerepotan mengolah foto di komputer, maka hasilnya akan jauh lebih bagus dan kita akan memiliki keleluasaan kreatif yang lebih besar nantinya ketika mengolah foto di komputer.
  • Foto sesering mungkin
Kita harus bersyukur hidup di jaman digital sehingga berapapun kita memotret, kita tidak perlu mengeluarkan ongkos ekstra. Bayangkan jika anda memotret menggunakan film, berapa roll yang harus dibeli? Karena itu, jangan sungkan dan ragu, potretlah sebanyak dan sesering mungkin, semakin banyak kita memotret semakin banyak pula hasil yang bagus.
  • Jangan beri efek di handphone, beri efek di komputer
Kebanyakan handphone melengkapi dirinya dengan aplikasi tertentu yang memungkinkan kita mendapat efek seperti yang kita maui, misalnya hitam-putih, crop, sephia dll. Namun untuk mendapatkan hasil terbaik, gunakan software photo editor pilihan anda.


Tuesday, 21 January 2014

Posted by Unknown On 20:42
Fine Art, adalah Seni Murni, yang datang dari: Fotografi, atau, Seni ini (yang dibicarakan) adalah ‘sebuah: subyek’ yang muncul dari dalam Fotografi itu sendiri. Dan sesuai dengan urutan penyebutan bahasanya, saya lebih menegaskan kepada pemakaian kata: ‘Fotografi’ terlebih dulu, dan kemudian kata ‘Seni’ akan mengikutinya. Dan saya akan menuliskannya: ‘Fotografi Seni’ (Photographic Art), terlebih dulu -lengkap, tanpa harus menguranginya menjadi: ‘Foto Seni’, karena pada beberapa pemahamannya, akan berbeda, antara Fotografi dan Foto itu sendiri, -walau dipergunakan untuk pengertian yang saling mewakili. Penulisan menjadi: Foto Seni, akan menjadi peringkat kedua dalam penggunaannya, -untuk pemahaman yang sudah melampaui definisi fotografi itu sendiri. Fine Art (of) Photography, merupakan pencapaian ‘Realitas Murni’ yang obyektif. Bahkan, ke-obyektifitas-an dalam fotografi dari awal kelahirannnya, hanya dipahami secara obyektifitas dari keteknisan proyeksinya saja.

Metamorphotons
Metamorphotons
Pemakaian kata ‘Foto’, pada dasarnya lebih identik dengan: hasil fotografi (photograph) -dalam kajian bahasa Indonesia, sedangkan Fotografi, adalah keilmuan dan studi secara keseluruhan. Fotografi merupakan keilmuan teknis proyeksi optik yang sangat ketat. Sejak dari awal dan dasar dari penemuan Fotografi, bahkan tidak mengenal dengan apa yang disebut: Seni. Apalagi ketika dikaitkan dengan apa yang didefinisikan sebagai Seni Rupa. Itu terjadi setelahnya dan nanti, ketika kita menguasai dasar fotografinya terlebih dulu, dan jangan coba-coba mencari jalan pintasnya, karena penggalan sistem dalam fotografi akan banyak yang hilang dan menjadi kabur. 
Fotografi, identik dengan teknologi yang terkait dengan optik dan energi, -sesuatu yang nyata dan ke-benda-an (dalam konsepsi: visible light). Namun, dalam proses perkembangan dan hasil visualnya, fotografi mempunyai pengaruh yang luar biasa, mencakup hal eksistensi kepada hasilnya. Ketika pada tahap ini, yang kemudian dibicarakan adalah tentang subyektifitas apresiasi di banyak arah dan komunikasi (Vision). Fotografi adalah teknis pencapain visual (yang obyektif) dan proyeksi selanjutnya akan meliputi ke-subyektif-an visual itu sendiri. Dalam rumus matematika-fisika, proyeksi fotografi akan mencapai kepada satu titik pembahasan tentang ‘energi’ dari ‘invible light‘. Rumus berkesinambungan bolak-balik, dari visible lighthingga kepada invisible light (electromagnetic). Apresiasi atau pun Ekpresi, adalah energi dari invisible light itu sendiri. 
Bila Fotografi adalah Fotografi, definisi keilmuannya lebih lanjut akan lebih mudah dipahami. Bahkan ‘penambahan’ kata ‘Art‘ atau ‘Fine Art‘ juga tidak terlalu banyak dibicarakan, karena disitu sudah berisi akan ‘kepentingan’ – yang lain. Fotografi adalah visual dari rumus energi dan optik, dan hal yang jarang dibicarakan adalah: energi verbal (teori:Vision). Verbal adalah proyeksi energi visi dalam perhitungan ‘cahaya hitam’ (invisibe light), dan Visual adalah proyeksi energi optik dari ‘cahaya putih’ (visible light). (Lihat dalam penulisan sebelumnya)
Bila berbicara ‘seni’ dalam definisi ‘fine-art‘ di fotografi, mungkin sejuta apresiasi bisa dimunculkan, secara subyektif, dan tidak akan pernah selesai. Namun, bila dikaji bahwa fine-art dalam fotografi adalah ‘seni’, yang muncul dari dalam (isi), dan dasar dari hasil fotografi secara obyektif, akan lebih mudah dipahami. Bahkan seni yang muncul dari dalam fotografi, tidaklah rumit. Seni dalam fotografi sangat terukur dan bisa didefinisikan. Tidak ada yang perlu ‘disembunyikan’, namun keunikan isi dalam fotografi menjadi sebuah ‘teka-teki’ yang harus dimunculkan dan diulas lebih dalam. Apresiasi dan Ekspresi menjadi urutan kedua, ketiga, dan seterusnya, bahkan menjadi tidak penting pada proses awal. Apresiasi dan Ekspresi, yang subyektif, tidak muncul dari luar isi dan hasil fotografi itu sendiri, karena fotografi adalah studi dan hasil yang realitis dalam teknis yang ketat. 
“Apa yang dilihat dan apa yang akan dihasilkan” -dalam sebuah proses fotografi, ini adalah benar-benar definisi kunci. Bahkan, kita bisa membuat banyak definisi lanjutan tanpa harus ‘meminjam’ definisi kata seni yang lain (yang sudah terlebih dulu eksis). Demikian juga nantinya, fotografi akan mempunyai semakin banyak definisi seni miliknya sendiri. Fotografi berbicara tentang realitas yang terjadi, dan kemudian terproyeksi secara alami, hingga mampu mengeluarkan ke-obyektifitas-annya sendiri, bahkan lebih kuat dari realitas itu sendiri, inilah yang akan mempengaruhi visi kita. Bahkan bisa saja terjadi, kuatnya realitas fotografi, bisa hingga lebih kuat dari realitasnya sendiri, menjadi sesuatu yang seakan tidak bisa dijelaskan dan diartikan, -ini yang rancu dan keliru. Fotografi terletak dalam wadah realitas, bukan wadah imajinatif.

Stranger Unpredictable
Stranger Unpredictable
Lebih gamblang lagi, yang dimaksud ‘fine art‘ dalam fotografi tersebut, sebaiknya jangan didefinisikan sebagai Seni Rupa (Seni Lukis), namun, pemahamannya lebih tepat kepada: Seni Murni (Orisinalitas yang muncul dari: Fotografi) -saja, yang berarti membicarakan kemurnian dan ke-orisinalitas-an dari keilmuan fotografi itu sendiri. Namun, hingga kini, pemakaian ‘fine art photography‘ dalam kajian ‘imbas’ seni rupa masih dipergunakan. Mungkin masih available, namun perlu dipahami saja bahwa definisinya tidak sama bila Fotografi Seni, diterjemahkan dalam definis keilmuan Seni Rupa. Fine Art dalam fotografi, berarti dasar pencapaian kemurnian akan penguasaan teknis, dan kemudian mendefinisikan serta menyampaikannya secara detil, tentang apa yang ada dalam isi hasil fotografi tersebut. 
Realitas Murni (Photography) tersebut, adalah proyeksi visual optik, merupakan definisi dari ‘cara melihat’, sedangkan proyeksi selanjutnya adalah terletak pada pemahaman ‘cara memandang’ yang didefiniskan sebagai Realitas Alternatif. Dan ‘keterlibatan’ atas Ekspresi, Apresiasi, dan Interpretasi, merupakan imbas dari proyeksi Realitas Murni. Kedua faktor berkesinambungan tersebut, adalah rangkaian proyeksi yang normal, dan wajar. Tugas seorang seniman fotografi (fotografer) harus mampu membuat ‘benteng’ definisinya sendiri, bagaimana membuat hasil karyanya tetap berada dalam wilayah fotografi murni, yang tidak keluar dari jalur keilmuan, tidak menambahkan elemen lain selain faktor cahaya, melebih-lebihkan teknis, dan membuat manipulasinya, dengan faktor dan aspek diluar keilmuan dasar proyeksi dari fotografi.
Pada satu titik pembicaraan yang jarang ditampilkan terbuka adalah:Statement atau penyampaian maksud, dari fotografer / seniman fotografi atas karyanya sendiri. Mereka jarang mengemukakan ide, maksud, dan tujuannya atas karya fotografinya sendiri. Hal sederhana yang seharusnya dilakukan adalah menuliskannya, lewat judul, isi besar, atau deskripsinya. Tanpa adanya statement fotografi tersebut, hasilnya bisa menimbulkan ‘depresi ekspresif’ / ‘depresi apresiatif’ kepada dirinya sendiri atau orang lain, sehingga bisa keliru penafsirannya. Penyampaian statement itu termasuk bisa juga mempergunakan media: Suara / Sound.
Seperti yang pernah saya tuliskan sebelumnya, realitas dalam fotografi, sangatlah kompleks. Realitas tersebut sangat terkait dengan energi proyeksi cahaya (photon), yang meliputi 3 elemen besar, yakni:mata >< otak >< alat perekaman, yang saling terkait berkesinambungan. Dan dengan fotografi, semua itu sangat mudah didefinisikan bila kita menyempatkan diri untuk memperdalamnya dengan lebih detil. Dan ketika semua itu sudah bisa didefiniskan dengan lebih detil, maka saya sudah bisa menyebutkan ‘Fine Art of Photography‘ itu adalah Seni-nya Fotografi sendiri, dan dituliskan dengan: ‘Photographic Art‘ atau ‘Photo Art‘ atau Fotografi Seni Foto Seni. Ketika sampai pada penyebutan dengan ‘Foto Seni’ ini, saya bukan hanya membicarakan ‘hasil’ yang tercetak atau ditampilkan saja, namun keseluruhan imbas dan keilmuannya, baik secara Interpretasi, Apresiasi, maupun Ekspresi di dalamnya.